UMK Pandeglang Ditetapkan Rp 3,2 Juta, Tunggu Penetapan Gubernur
Rapat pleno penetapan UMK Pandeglang tahun 2025, di kantor Disnakertrans Kabupaten Pandeglang. |
KRAKATAURADIO.COM, PANDEGLANG - Upah Minimum Kabupaten (UMK) Pandeglang dipastikan naik menjadi Rp 3,2 juta pada tahun 2025. Angka ini meningkat 6,5 persen dibandingkan UMK 2024.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Pandeglang, Muhamad Kabir mengonfirmasi kenaikan ini. Menurut dia, pihaknya telah menggelar rapat pleno bersama Dewan Pengupahan dalam rangka penetapan UMK tahun 2025 dan memutuskan naik menjadi Rp 3,2 juta.
Acara yang dilakukan beberapa hari lalu ini juga dihadiri oleh unsur serikat pekerja, asosiasi pengusaha, akademisi dan pemerintah. Ia menerangkan, kenaikan UMK tahun 2025 telah disesuaikan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen.
“Dari Disnaker sudah disetujui tinggal disahkan oleh Gubernur Banten. Kita sudah tetapkan di angka Rp 3,2 juta, naik dari sebelumnya Rp 3 juta,” kata dia, Senin (16/12).
Kabir menerangkan, penetapan UMK itu sudah disetujui di tingkat kabupaten. Selanjutnya diajukan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk disahkan.
“Jika tidak ada halangan, penetapan UMK se-Provinsi Banten akan diumumkan pada Rabu, 18 Desember 2024,” ujarnya.
Baca: Miris, Satu Keluarga di Carita Tinggal di Rumah Hampir Roboh
Baca: Bantu Warga Terdampak Banjir, Anggota DPRD Serahkan Bantuan Makanan Siap Saji
Ia meyakini usulan itu akan tetap sebesar Rp 3,2 juta lantaran tidak ada penolakan dari Dewan Pengupahan Kabupaten Pandeglang.
“Sepertinya nilai UMK kita tetap segitu karena di kami tidak ada persoalan. Kecuali di kabupaten kota lain yang mungkin ada konflik. Tetapi di kami sudah deal,” ucap dia.
Menurut dia, selama ini evaluasi dan pengawasan UMK di Pandeglang sudah berjalan baik. Sampai saat ini, ia menyebut belum ada perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK. Hanya bila ada perusahaan yang menggaji karyawan di bawah UMK, sudah melalui kesepakatan kedua belah pihak.
“Perusahaan besar sudah kami
awasi langsung, tetapi yang di bawah UMK itu dibalikan ke kesepakatan
perusahaan dengan karyawan. Kalau dipaksakan, harus ada audit dulu karena
fungsi pengawasan ada di provinsi. Jadi kami tidak bisa melakukan intervensi,
hanya pembinaan saja,” tandasnya. (Mudofar)
Tidak ada komentar