Bacakada di Banten Diminta Perhatikan Isu Perlindungan Anak dan Perempuan

Ketua Pandeglang Care Movement (PCM), Aang Subhan.

KRAKATAURADIO.COM, PANDEGLANG - Bakal Calon Kepala Daerah (Bacakada) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 diminta untuk memperhatikan isu perlindungan anak dan perempuan. Apalagi, pada momentum 23 Juli besok, merupakan Hari Anak Nasional (HAN).

 

Ketua Pandeglang Care Movement (PCM), Ahmad Subhan mengatakan, dalam upaya turut memberdayakan perempuan dan perlidungan anak, Bacakada harus menerapkan pendekatan sosial/budaya.

 

“Yang disentuh persoalan pokok yang dihadapi perempuan dan keluarga dalam kehidupan ekonominya. Oleh karena persoalan perempuan dan anak-anak banyak terjadi di pedesaan program pengentasannya banyak juga tertuju ke pedesaan,” kata dia melalui keterangan tulis.

 

Dalam kontestasi Pilkada 2024, lanjut dia, baik Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten maupun Pemilihan Bupati (Pilbup) Pandeglang, harus mengedepankan isu perlindungan perempuan dan anak. Pasalnya, ia belum melihat adanya komitmen bersama dari para calon yang mempunyai jelas secara visi dan misinya akan keberpihakan kepada perempuan dan anak termasuk calon pemimpin perempuan itu sendiri.

 

“Padahal angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sangat mengerikan terjadinya 626 kasus kekerasan terhadap anak di Banten membuat provinsi Banten menduduki peringkat keenam di Indonesia. Angka ini terdiri dari 196 korban laki-laki dan 516 korban perempuan,” terangnya.

 

Baca: Tokmas di Pandeglang Minta Pemerintah Cabut Moratorium Daerah Otonomi Baru

 

Baca: 213 Masa Jabatan Kades Diperpanjang, Bagaimana Nasib 108 Kades

 

Aang menuturkan, dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan seksual adalah hal yang paling sering. Angkanya mencapai 363 kasus, diikuti kekerasan psikis sebanyak 154 kasus, kekerasan fisik 147 kasus dan sisanya disebabkan oleh kasus kekerasan lainnya.

 

“Dilihat dari pelakunya, kekerasan anak di Banten paling banyak dilakukan oleh pacar atau teman dengan jumlah 144 kasus. Sementara, 127 kasus dilakukan orangtua. Kekerasan anak paling banyak dilakukan oleh laki-laki yakni 372 kasus, sedangkan perempuan 91 kasus,” jelas dia.

 

Menurut dia, maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak dikarenakan faktor yang disebabkan masih adanya persepsi yang salah tentang perempuan dan anak. Diantaranya, perempuan dianggap makhluk lemah. Begitu pun dengan anak yang dianggap milik orang tua dan orang tua punya hak untuk memperlakukan anak sesuai dengan keinginannya.

 

“Sosialisasi perempuan dan anak menjadi hal penting bagi calon para pemimpin karena permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak begitu kompleks. Undang-undang juga sudah mengamanatkan ada perlakuan yang sama terhadap perempuan dan laki-laki. Ada tanggung jawab yang sama untuk melindungi HAM perempuan, tanggung jawab pemerintah, Pemda untuk bersama-sama mengupayakan perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tandasnya. (Mudofar)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.