Jangan Remehkan Efek Diare pada Anak
Diare sering dianggap sebagai penyakit umum yang menyerang anak-anak sehingga sebagian besar Ibu menganggap remeh jenis penyakit ini. Padahal, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar diare adalah penyebab kematian pada anak nomor 2 tertinggi di Indonesia. Setidaknya 1 dari 7 anak Indonesia pernah mengalami diare dengan frekuensi 2-6 kali setahun.
Diare merupakan kondisi penderita mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 2-3 kali dalam 24 jam dengan kondisi feses yang lembek atau cair. Biasanya diare disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit. Penyebab terbanyaknya adalah rotavirus dimana jonjot usus rusak sehingga mengakibatkan produksi enzim laktase berkurang. Hal itu membuat laktosa tidak tercerna dan tidak dapat diserap sehingga diare semakin berat, kembung, dan tinja berbau asam. Kondisi ini disebut intoleransi laktosa.
Saat anak diare, ibu harus sigap dan cermat dalam mengambil tindakan pengobatan. Jangan sampai anak dehidrasi dan kekurangan gizi. Anak yang sering terserang diare beresiko lebih pendek 3,6 cm ketika usia 7 tahun dan memiliki IQ yang lebih rendah.
"Apabila anak tidak mau minum, orang tua perlu mengusahakan asupan bernutrisi yang mudah diterima si anak. Tujuannya untuk memberikan energi dan mempercepat pemulihan usus normal" ujar dr. Ariani Dewi Widodo Sp.A (K) saat peluncuran kampanye "Indonesia Merdeka Diare" oleh Nutricia Sarihusada di Jakarta (22/08/17)
Untuk mengatasi diare pada anak, bawa anak ke dokter. Penting untuk meneruskan pemberian ASI pada anak (jika anak masih mendapatkan ASI) karena ASI adalah asupan yang terbaik. Berikan larutan oralit untuk mencegah dehidrasi pada anak. Tak sedikit anak yang dirawat di rumah sakit gara-gara dehidrasi.
Jaga kebersihan makanan dan lingkungan anak. Untuk anak yang sudah lepas ASI eksklusif, bila perlu berikan nutrisi bebas laktosa berdasarkan rekomendasi dokter. Dengan pengetahuan yang memadai, ibu dapat memberikan penanganan yang tepat saat anak menderita diare.
Tidak ada komentar