Idang Rasjidi: Mengenalkan Musik Jazz Tak Harus di Tempat Mewah
Musisi jazz Indonesia, Idang Rasjidi mengaku bahwa awalnya tak banyak yang mengenal musik jazz di Indonesia. Tetapi, kini setidaknya ada 64 gelaran jazz di Indonesia. Menurutnya, ini adalah efek dari metode mengenalkan jazz dari atas turun ke bawah. Bukan hanya mengenalkan musik jazz di tempat-tempat resmi atau yang mewah.
"Dari atas, turun ke bawah. Dari kampung ke kampung," kata Idang Rasjidi menjelang tampil di Borneo Jazz Festival 2017 di Miri, Sarawak, Malaysia Timur, Sabtu. Menurut dia, hal itu cukup efektif dalam mendorong gelaran-gelaran berkaitan jazz.
Ia memberi contoh di Yogyakarta ada Ngayogjazz, yang rutin digelar. Pelaksanaannya bukan di hotel mewah, melainkan di desa di pinggiran kota.
"Meski main di desa, yang datang menontong ribuan orang. Ini penting karena memengaruhi kawasan sekitar tentang jazz," ujar pria kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung itu.
Sekarang ini ada juga ajang jazz lain di kota kecil di Jawa, yakni di Pekalongan. "Di Batam, Pangkal Pinang, Lampung, dan lainnya," kata Idang Rasjidi.
Ia menegaskan bahwa mengenalkan musik jazz tidak harus di tempat yang mewah. Terkadang di garasi, atau bahkan di bawah pohon sambil membawa peralatan sendiri.
"Tidak harus mengenalkan teknik-teknik yang sulit, tetapi bagaimana membuat mereka menikmatinya," kata dia. Jazz, bagi Idang Rasjidi, adalah barometer kebebasan yang bersifat universal. Idang memiliki seorang sahabat asal Rusia. Ia sendiri tidak bisa berbahasa Rusia. "Tetapi ketika kami bertemu dan bermain musik, semua melebur menjadi satu," ujarnya.
Idang Rasjidi bersama Idang Rasjidi Syndicate menjadi salah satu penampil pada ajang Borneo Jazz Festival 2017 di Miri, Sarawak. Ia dijadwalkan tampil pada hari kedua, pukul 22.00-23.00 waktu setempat, Sabtu ini.
Tidak ada komentar